www.arifusan.esy.es. Powered by Blogger.

Saturday 5 November 2016

1. Niat Sholat Gerhana Lengkap
Sholat Gerhana Matahari hukumnya sunnah. Sholat sunnah ini dilaksanakan ketika terjadi atau adanya gerhana matahari, yakni mulai ketika gerhana matahari muncul sampai gerhana matahari tersebut hilang.


Di dalam agama islam, Jika seseorang menyaksikan gerhana baik itu gerhana matahari maupun gerhana bulan, hendaklah ia melaksanakan shalat gerhana sebagaimana tata cara melaksanakannya serta doa niat sholat gerhana akan kami share dibawah.

Dan berikut adalah Lafadz Niat Shalat Sunah Gerhana Matahari Lengkap dalam Bahasa Arab, Tulisan latin dan terjemahannya.

اُصَلِّيْ سُنَّةً لِكُسُوْفِ الشَّمْسِ رَكْعَتَيْنِ مَأْمُوْمًا ِللهِ تَعَالَى
USHOLLII SUNNATAN LIKUSUUFISY SYAMSI ROK'ATAINI MA'MUUMAN LILLAAHI TA'AALA
Artinya :
Saya niat melaksanakan sholat sunnah gerhana matahari dua roka'at menjadi ma'mum karena Allah Ta'ala

Lafadz niat diatas adalah untuk kita apabila menjadi ma'mum. Tetapi jika menjadi imam maka lafadz MA'MUUMAN diganti menjadi IMAAMAN. Lengkapnya adalah sebagai berikut :

اُصَلِّيْ سُنَّةً لِكُسُوْفِ الشَّمْسِ رَكْعَتَيْنِ اِمَامًا ِللهِ تَعَالَى
USHOLLII SUNNATAN LIKUSUUFISY SYAMSI ROK'ATAINI IMAAMAN LILLAAHI TA'AALA
Artinya :
Saya niat melaksanakan sholat sunnah gerhana matahari dua roka'at menjadi imam karena Allah Ta'ala
 2. Niat Tayamum dan tatacaranya
Ada beberapa hal yang menyebabkan seseorang bertayammum atau bersuci dengan tanah/debu. Misalnya, orang sakit yang tidak boleh terkena air, maka ketika ia akan mengerjakan sholat lima waktu, cara wudhu atau bersucinya yaitu dengan bertayammum. Selain itu, apabila di suatu tempat tidak ada air, kekeringan karena kemarau panjang, maka masyarakat di daerah tersebut bisa bersuci atau berwudhu dengan cara tayammum.

Tayammum disyari’atkan dalam islam berdasarkan dalil al-Qur’an, sunnah dan Ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin. Adapun dalil dari Al Qur’an adalah firman Allah :

وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ مِنْهُ
Artinya :
Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air atau berhubungan badan dengan perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan permukaan bumi yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. (QS. Al Maa-idah : 6).

Sabda Rasulullah SAW :
وَجُعِلَتْ تُرْبَتُهَا لَنَا طَهُورًا إِذَا لَمْ نَجِدِ الْمَاءَ
Artinya :
Dijadikan bagi kami (ummat Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi was sallam ) permukaan bumi sebagai thohur/sesuatu yang digunakan untuk besuci (tayammum) jika kami tidak menjumpai air. (HR. Muslim no. 522)

Syarat Tayammum

  1. Tidak ada air dan sudah berusaha mencarinya, tetapi tidak ketemu
  2. berhalangan menggunakan air, seperti sedang sakit, apabila terkena air penyakitnya akan bertambah parah
  3. Telah masuk waktu Shalat
  4. Dengan tanah atau debu yang suci

Doa / Niat Tayammum

نَوَيْتُ التَّيَمُّمَ لاِسْتِبَاحَةِ الصَّلاَةِ فَرْضً ِللهِ تَعَالَى
NAWAITUT TAYAMMUMA LISTIBAAHATIS SHALAATI FADHAL LILLAAHI TA'AALAA
Artinya :
Sengaja aku bertayammum untuk melakukan shalat fardhu karena Allah Ta'ala

Tata Cara Tayammum

Dijelaskan dalam sebuah hadits :

بَعَثَنِى رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فِى حَاجَةٍ فَأَجْنَبْتُ ، فَلَمْ أَجِدِ الْمَاءَ ، فَتَمَرَّغْتُ فِى الصَّعِيدِ كَمَا تَمَرَّغُ الدَّابَّةُ ، فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لِلنَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – فَقَالَ « إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيكَ أَنْ تَصْنَعَ هَكَذَا » . فَضَرَبَ بِكَفِّهِ ضَرْبَةً عَلَى الأَرْضِ ثُمَّ نَفَضَهَا ، ثُمَّ مَسَحَ بِهَا ظَهْرَ كَفِّهِ بِشِمَالِهِ ، أَوْ ظَهْرَ شِمَالِهِ بِكَفِّهِ ، ثُمَّ مَسَحَ بِهِمَا وَجْهَهُ
Artinya :
Rasulullah shallallahu ‘alaihi was sallam mengutusku untuk suatu keperluan, kemudian aku mengalami junub dan aku tidak menemukan air. Maka aku berguling-guling di tanah sebagaimana layaknya hewan yang berguling-guling di tanah. Kemudian aku ceritakan hal tersebut kepada Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam. Lantas beliau mengatakan, “Sesungguhnya cukuplah engkau melakukannya seperti ini”. Seraya beliau memukulkan telapak tangannya ke permukaan bumi sekali pukulan lalu meniupnya. Kemudian beliau mengusap punggung telapak tangan (kanan)nya dengan tangan kirinya dan mengusap punggung telapak tangan (kiri)nya dengan tangan kanannya, lalu beliau mengusap wajahnya dengan kedua tangannya. (HR. Bukhori no. 347 dan Muslim no. 368)

Dan dalam salah satu lafadz riwayat Bukhori,
وَمَسَحَ وَجْهَهُ وَكَفَّيْهِ وَاحِدَةً
Artinya :
Dan beliau mengusap wajahnya dan kedua telapak tangannya dengan sekali usapan”.

Dari hadits-hadits diatas, dapat disimpulkan bahwa tata cara Rasulullah SAW bertayammum adalah sebagai berikut :
  1. Memukulkan kedua telapak tangan ke permukaan bumi dengan sekali pukulan kemudian meniupnya.
  2. Kemudian menyapu punggung telapak tangan kanan dengan tangan kiri dan sebaliknya.
  3. Kemudian menyapu wajah dengan dua telapak tangan.
  4. Semua usapan baik ketika mengusap telapak tangan dan wajah dilakukan sekali usapan saja.
  5. Bagian tangan yang diusap adalah bagian telapak tangan sampai pergelangan tangan saja atau dengan kata lain tidak sampai siku seperti pada saat wudhu.
  6. Tayammum dapat menghilangkan hadats besar semisal janabah, demikian juga untuk hadats kecil.
  7. Tidak wajibnya urut/tertib dalam tayammum.
Itulah tata cara tayammum serta niat tayammum yang dapat kita pelajari bersama. Sejauh ini, alhamdulillah saya pribadi belum pernah melakukan tayamum. Ini artinya saya belum pernah mengalami kekeringan yang sangat amat sehingga mencari air pun susah meskipun hanya untuk berwudhu. Maka dari itu, selagi masih diberi kesehatan serta kekeringan belum melanda kita, marilah kita selalu menjalankan perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.

 2. Niat dan tatacara Sholat Ied
Seperti sholat pada umumnya, niat sholat hari raya qurban idul adha juga cukup diucapkan di dalam hati, yang terpenting adalah niat hanya semata karena Allah semata dengan hati yang ikhlas dan mengharapkan RidhoNya. Adapun untuk lafadz bacaan niatnya  sebagai imam atau makmum lengkap dalam bahasa arab, tulisan latin serta terjemahannya adalah sebagai berikut :


Niat Sholat Sunah Idul Adha sebagai Ma'mum

اُصَلِّى سُنُّةً  عِيْدِالْاَضْحَى رَكْعَتَيْنِ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ مَأْمُوْمًا ِللهِ تَعَالَى

USHOLLI SUNNATA 'IIDHIL ADHAA ROK'ATAINI MUSTAQBILAL QIBLATI MA'MUUMAN LILLAAHI TA'AALA
Artinya :
Saya niat sholat sunnah idul adha dua raka'at menghadap kiblat sebagai ma'mum karena Allah Ta'ala

Niat Sholat Sunah Idul Adha sebagai Imam

اُصَلِّى سُنُّةً عِيْدِالْاَضْحَى رَكْعَتَيْنِ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ اِمَامًا ِللهِ تَعَالَى

USHOLLI SUNNATA 'IIDHIL ADHAA ROK'ATAINI MUSTAQBILAL QIBLATI IMAAMAN LILLAAHI TA'AALA
Artinya :
Saya niat sholat sunnah idul adha dua raka'at menghadap kiblat sebagai imam karena Allah Ta'ala

Tata Cara Shalat 'Ied (Sholat Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha)

Jumlah raka’at shalat Idul Fithri dan Idul Adha adalah dua raka’at. Adapun tata caranya adalah sebagai berikut.
  1. Memulai dengan takbiratul ihrom, sebagaimana shalat-shalat lainnya.
  2. Kemudian bertakbir (takbir zawa-id/tambahan) sebanyak tujuh kali takbir -selain takbiratul ihrom- sebelum memulai membaca Al Fatihah. Boleh mengangkat tangan ketika takbir-takbir tersebut sebagaimana yang dicontohkan oleh Ibnu ‘Umar. Ibnul Qayyim mengatakan, “Ibnu ‘Umar yang dikenal sangat meneladani Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mengangkat tangannya dalam setiap takbir.”
  3. Di antara takbir-takbir (takbir zawa-id) yang ada tadi tidak ada bacaan dzikir tertentu. Namun ada sebuah riwayat dari Ibnu Mas’ud, ia mengatakan, “Di antara tiap takbir, hendaklah menyanjung dan memuji Allah.” Syaikhul Islam mengatakan bahwa sebagian salaf di antara tiap takbir membaca bacaan berikut:
    سُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ وَاَللَّهُ أَكْبَرُ . اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي وَارْحَمْنِي

    SUBHANALLAH WAL HAMDULILLAH WA  LAA ILAHA ILLALLAH WALLAHU AKBAR. ALLAHUMMAGHFIRLII WAR HAMNII
    Artinya :
    Maha suci Allah, segala pujian bagi-Nya, tidak ada sesembahan yang benar untuk disembah selain Allah. Ya Allah, ampunilah aku dan rahmatilah aku.

    Namun ingat sekali lagi, bacaannya tidak dibatasi dengan bacaan ini saja. Boleh juga membaca bacaan lainnya asalkan di dalamnya berisi pujian pada Allah Ta’ala.
  4. Kemudian membaca Al Fatihah, dilanjutkan dengan membaca surat lainnya. Surat yang dibaca oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah surat Qaaf pada raka’at pertama dan surat Al Qomar pada raka’at kedua. Ada riwayat bahwa ‘Umar bin Al Khattab pernah menanyakan pada Waqid Al Laitsiy mengenai surat apa yang dibaca oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika shalat ‘Idul Adha dan ‘Idul Fithri. Ia pun menjawab
    “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca “Qaaf, wal qur’anil majiid” (surat Qaaf) dan “Iqtarobatis saa’atu wan syaqqol qomar” (surat Al Qomar).

    Boleh juga membaca surat Al A’laa pada raka’at pertama dan surat Al Ghosiyah pada raka’at kedua. Dan jika hari ‘ied jatuh pada hari Jum’at, dianjurkan pula membaca surat Al A’laa pada raka’at pertama dan surat Al Ghosiyah pada raka’at kedua, pada shalat ‘ied maupun shalat Jum’at. Dari An Nu’man bin Basyir, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
    “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca dalam shalat ‘ied maupun shalat Jum’at “Sabbihisma robbikal a’la” (surat Al A’laa)dan “Hal ataka haditsul ghosiyah” (surat Al Ghosiyah).” An Nu’man bin Basyir mengatakan begitu pula ketika hari ‘ied bertepatan dengan hari Jum’at, beliau membaca kedua surat tersebut di masing-masing shalat.
  5. Setelah membaca surat, kemudian melakukan gerakan shalat seperti biasa (ruku, i’tidal, sujud, dst).
  6. Bertakbir ketika bangkit untuk mengerjakan raka’at kedua.
  7. Kemudian bertakbir (takbir zawa-id/tambahan) sebanyak lima kali takbir -selain takbir bangkit dari sujud- sebelum memulai membaca Al Fatihah.
  8. Kemudian membaca surat Al Fatihah dan surat lainnya sebagaimana yang telah disebutkan di atas.
  9. Mengerjakan gerakan lainnya hingga salam.
Itulah bacaan niat sholat 'ied idul adha dan tata cara sholat 'ied lengkap yang dapat kami share. Silakan untuk dapat dipelajari dan dihafalkan. Semoga bermanfaat. 
 3. Niat Doa Memandikan Jenazah Laki dan Perempuan
Menurut kalangan jumhur ulama, hukum memandikan jenazah adalah fardhu kifayah yaitu kewajiban yang dibebankan kepada setiap mukallaf yang berada di sekelilingnya, namun apabila salah satu orang yang telah menunaikana kewajiban tersebut, maka gugurlan kewajiban ini untuk para mukallaf lainnya.
Dalam prakteknya, tidak semua orang diperkenankan untuk memandikan jenazah kecuali orang yang memang kehadirannya dianggap penting, seperti orang muslim yang berakal, baligh, jujur, shalih serta dapat dipercaya. Hal ini dimaksudkan untuk menyiarkan hal yang baik dan menutupi hal-hal yang buruk tentang si mayit.
Adapun salah satu syarat memandikan mayit/jenazah yaitu niat. Dan berikut adalah lafadz niat memandikan jenazah/mayit baik laki-kali maupun perempuan lengkap dalam bahasa arab, tulisan latin serta terjemahannya.

Niat Memandikan Mayit / Jenazah Laki-laki

نَوَيْتُ الْغُسْلَ اَدَاءً عَنْ هذَاالْمَيِّتِ ِللهِ تَعَالَى

NAWAITUL GHUSLA ADAA'AN 'AN HAA-DZAL MAYYITI LILLAAHI TA'AALA
Artinya :
Saya niat memandikan untuk memenuhi kewajiban dari mayit (laki-laki) ini karena Allah Ta'ala

Niat Memandikan Jenazah / Mayit Perempuan

نَوَيْتُ الْغُسْلَ اَدَاءً عَنْ هذِهِ الْمَيِّتَةِ ِللهِ تَعَالَى

NAWAITUL GHUSLA ADAA'AN 'AN HAADZIHIL MAYYITATI LILLAAHI TA'AALA
Artinya :
Saya niat memandikan untuk memenuhi kewajiban dari mayit (perempuan) ini karena Allah Ta'ala

Itulah bacaan niat memandikan mayit laki-laki dan perempuan yang dapat kita hafalkan. Perlu diketahui, apabila jenazah atau mayit itu laki-laki maka harus dimandikan oleh orang laki-laki dan yang lebih utama untuk memandikannya adalah pihak keluarga. Namun jika pihak keluarga tidak bisa dan/atau mampu memandikannya, maka dapat digantikan oleh orang lain yang biasa memandikan jenazah. Dan apabila tidak ada orang laki-laki, maka diperbolehkan memandikan jenazah laki-laki itu adalah istrinya dan setelah itu mahram-mahramnya yang perempuan.
Begitu juga sebaliknya, jika jenazah itu perempuan maka yang memandian adalah kaum perempuan dan lebih utama dari pihak keluarganya. Jika keluarganya tidak bisa dan/atau tidak mampu, maka dapat digantikan dengan perempuan lain yang biasa memandikan jenazah. Dan apabila tidak ada perempuan yang bisa memandikan, maka yang memandikan adalah suaminya dan setelah itu mahram-mahramnya yang laki-laki.
Ketika selesai memandikan jenazah, maka di sunnahkah untuk memwudhukan mayit. Adapun lafadz bacaan niat mewudhukan jenazah, Insya Allah akan kami share pada pertemuan berikutnya. 
<<<Bersambung >>>>
 

Artikel Terkait

Categories: ,

0 comments :